Ketidakpastian Ekonomi Meningkat, Fed Belum Siap Pangkas Suku Bunga
Sikap wait-and-see pelaku usaha dan lonjakan ekspektasi inflasi membuat Federal Reserve cenderung mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

Kiki • Apr 14, 2025

Pasar keuangan global tengah diselimuti awan ketidakpastian, dan Federal Reserve Amerika Serikat kembali menjadi pusat perhatian. Presiden Federal Reserve Boston, Susan Collins, menyampaikan pandangan yang mengejutkan sekaligus menegangkan: suku bunga kemungkinan akan bertahan lebih lama dari yang diperkirakan, dan pemangkasan baru mungkin bisa dipertimbangkan pada akhir tahun 2025 bukan pertengahan tahun sebagaimana harapan para pelaku pasar.
Collins, dalam wawancaranya bersama Yahoo Finance, tidak hanya mengubah nada bicara, tetapi juga menandai perubahan strategi kebijakan moneter AS yang makin mengarah pada kehati-hatian.
Penyebabnya? Inflasi yang kembali menggeliat, dan tak kalah penting efek domino dari tarif-tarif perdagangan baru yang digaungkan oleh Presiden Trump.
“Saya memperkirakan kami harus menahan (suku bunga) lebih lama dibandingkan sebelumnya,” kata Collins, seraya menambahkan bahwa pemangkasan mungkin akan “masih sesuai” jika data ekonomi mendukung di akhir tahun.
Ekspektasi Pasar dan Kenyataan
Banyak trader sebelumnya bertaruh bahwa The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada bulan Juni 2025. Namun, pernyataan Collins ditambah komentar serupa dari beberapa pejabat Fed lain pekan ini membuat ekspektasi tersebut semakin goyah.
Bagi sebagian investor, ini bisa menjadi sinyal untuk menyesuaikan kembali portofolio mereka, khususnya dalam instrumen obligasi dan sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga seperti properti dan teknologi.
Ketidakpastian ini juga tercermin dalam pasar obligasi pemerintah AS. Imbal hasil (yield) Treasury terus berfluktuasi tajam dalam beberapa pekan terakhir, menimbulkan kekhawatiran soal kestabilan pasar.
Collins menegaskan bahwa pasar masih “berfungsi dengan baik” dan likuiditas tetap terjaga, namun ia juga membuka kemungkinan intervensi bila diperlukan.
Ancaman Tarif dan Bayang-Bayang Inflasi
Yang paling mencolok dari pernyataan Collins adalah pengakuannya soal tarif baru Trump yang mulai menggerus stabilitas harga. Menurutnya, jika tarif tersebut terus dipertahankan, inflasi bisa kembali menembus angka 3% atau lebih.
Bahkan, data terbaru dari University of Michigan menunjukkan ekspektasi inflasi konsumen untuk satu tahun ke depan melonjak drastis menjadi 6,7% tertinggi sejak 1981. Ini bukan alarm kecil, melainkan sirine yang menggema ke seluruh sektor bisnis.
Kondisi ini diperparah oleh sikap bisnis di wilayah Boston yang diwakili oleh Collins. Banyak perusahaan memilih strategi “tunggu dan lihat” sebelum merespons tarif, menunda keputusan harga dan investasi.
Siklus ini menciptakan ketegangan tambahan pada roda ekonomi yang sudah melambat.
“Saya mendengar dari banyak perusahaan bahwa mereka tidak bisa langsung menyesuaikan harga. Butuh waktu untuk memahami dampak tarif terhadap rantai pasokan mereka,” ujar Collins.
Keseimbangan yang Sulit: Menjaga Kredibilitas dan Stabilitas
Collins juga menekankan pentingnya menjaga ekspektasi inflasi jangka panjang tetap terkendali. “Salah satu aset terpenting Federal Reserve adalah kredibilitasnya,” katanya. Kredibilitas inilah yang menjadi jangkar bagi kepercayaan pasar bahwa The Fed mampu menstabilkan harga dalam jangka panjang.
Langkah terbaru Fed untuk memperlambat pengurangan portofolio obligasi Treasury, dari $25 miliar menjadi hanya $5 miliar per bulan, dianggap sebagai strategi untuk mencegah kepanikan pasar sekaligus menjaga keseimbangan antara pengetatan moneter dan stabilitas keuangan.
Apa Artinya untuk Investor dan Dunia?
Pasar saham dan obligasi** kemungkinan akan tetap volatile setidaknya sampai ada kepastian arah kebijakan suku bunga.
Dolar AS** bisa tetap kuat dalam jangka pendek karena ekspektasi suku bunga tinggi yang berkepanjangan.
Emas dan aset lindung nilai** bisa jadi pilihan menarik, terutama jika ekspektasi inflasi terus meningkat.
Investor global dan negara-negara berkembang** perlu bersiap menghadapi efek spillover dari ketatnya likuiditas dolar.
Dengan nada lebih hati-hati dari sebelumnya, Susan Collins memberikan pesan yang jelas namun berat: “Kami belum selesai.” Kenaikan harga, tekanan tarif, dan ketidakpastian ekonomi membuat Federal Reserve memilih bersabar.
Pemangkasan suku bunga masih mungkin, tapi hanya jika langit mulai cerah kembali. Sampai saat itu tiba, kita semua, baik investor, konsumen, maupun pelaku usaha, perlu menyiapkan diri menghadapi perjalanan ekonomi yang masih penuh rintangan.