Bank of America: Investor Tinggalkan Saham AS dalam Fenomena "Bull Crash"

Meskipun koreksi cepat pada S&P 500 biasanya dianggap sebagai peluang beli, analisis Bank of America menunjukkan bahwa pergerakan market merupakan koreksi dari optimisme berlebihan daripada sinyal beli yang jelas.

article author image

AjengMar 19, 2025

article cover image

Sentimen investor yang sangat bullish terhadap saham-saham AS terhenti selama bulan lalu.

Survei Manajer Investasi Global terbaru Bank of America terhadap 171 partisipan yang dilakukan pada bulan Maret menunjukkan penurunan bulanan terbesar dalam alokasi investor terhadap ekuitas AS yang pernah tercatat, dengan alokasi turun 40% dari bulan ke bulan.

Baru-baru ini pada bulan Desember, alokasi investor pada saham AS berada pada titik tertinggi sepanjang masa.

Sekumpulan tim ahli strategi Bank of America yang dipimpin oleh Michael Hartnett menggambarkan pergerakan dalam survei Maret sebagai “bull crash”, dengan selera investor terhadap saham-saham AS yang jatuh di tengah-tengah penurunan 10% pada S&P 500 (^GSPC) selama sebulan terakhir.

Perputaran tersebut terjadi pada uang tunai menurut survei Bank of America, bukan pada obligasi.

Cepatnya koreksi pada S&P 500 dapat dilihat sebagai tanda beli (BUY). Namun, seperti yang ditunjukkan oleh tim Hartnett, pergerakan market baru-baru ini lebih merupakan pelepasan dari uber bullish daripada katalisator yang jelas untuk perdagangan kontrarian.

Misalnya, alokasi portofolio investor untuk uang tunai naik dari 3.5% menjadi 4.1%, kenaikan terbesar dalam satu bulan sejak Desember 2021.

Namun, tingkat uang tunai tetap jauh di bawah level lebih dari 6% yang terlihat pada Oktober 2022 ketika konsensus Wall Street memproyeksikan resesi yang akan datang.

Hartnett menulis bahwa level sentimen saat ini belum mencapai “close-your-eyes-and-buy levels."

Dan seperti yang ditunjukkan oleh para Ahli Strategi Wall Street baru-baru ini, salah satu alasan mengapa saat ini mungkin bukan saat yang tepat untuk “buy the dip” adalah karena hal yang membuat saham-saham turun pada awalnya.

Sebuah grafik dalam survei BofA menunjukkan 55% responden percaya bahwa risiko terbesar bagi market adalah bahwa “perang dagang memicu resesi global.” Ini menandai keyakinan tertinggi terhadap suatu risiko sejak pandemi menduduki peringkat teratas pada April 2020.

Namun, meskipun ada kenaikan saham sekitar 3% selama dua sesi terakhir, tidak banyak yang berubah dalam perang dagang atau cerita ketakutan pertumbuhan selama seminggu terakhir.

Kepala Investasi Morgan Stanley, Mike Wilson, mengatakan kepada kliennya pada hari Minggu bahwa “a tradable rally” mungkin terjadi di market.

Namun, Wilson tidak melihat rally yang berkelanjutan ke rekor tertinggi baru sampai berbagai hambatan pertumbuhan dibalikkan, atau the Fed melanjutkan penurunan suku bunga.

Ujian besar berikutnya untuk market akan terjadi pada hari Rabu dengan keputusan kebijakan terbaru Federal Reserve.

Dengan market yang secara luas mengharapkan Bank Sentral untuk mempertahankan suku bunga stabil, investor akan fokus pada petunjuk tentang kapan Bank Sentral dapat menurunkan suku bunga lagi. Konferensi pers Ketua Fed, Jerome Powell, dijadwalkan pada pukul 14:30 WIB hari Rabu.

Nanovest News v3.23.2