Analis Bitcoin Menargetkan $95 Ribu Seiring Dengan Mendinginnya Perang Dagang Trump

Bitcoin melonjak ke $91.695 karena pasar saham rebound di tengah petunjuk kemajuan dalam perang dagang Trump. Apakah pedagang berjangka BTC memikirkan hal yang sama?

article author image

AlbertApr 23, 2025

article cover image

Bitcoin mencatat lonjakan signifikan hingga menyentuh level tertingginya dalam 45 hari, melampaui $91.000 pada 22 April. Kenaikan ini bertepatan dengan rekor baru yang dicapai harga emas, menunjukkan kekhawatiran investor terhadap kemungkinan resesi global di tengah ketegangan perdagangan internasional yang masih berlangsung.

Meski demikian, masih jadi pertanyaan apakah kenaikan ini cukup kuat untuk mendorong harga Bitcoin menembus $95.000.

Di pasar yang cenderung stabil, premi futures Bitcoin biasanya berada di kisaran 5–10% sebagai kompensasi atas waktu penyelesaian yang lebih lama. Saat ini, premi tahunan berada di angka 6%, yang dianggap netral, meskipun harga Bitcoin telah naik lebih dari $6.800 dalam dua hari. Beberapa analis menyebutkan bahwa hal ini bisa menjadi sinyal awal bahwa Bitcoin mulai tidak terlalu terpengaruh oleh pergerakan pasar saham.

Keraguan investor muncul karena Bitcoin sebelumnya gagal bertahan di atas $90.000, seperti yang terjadi awal Maret lalu. Saat itu, BTC sempat menyentuh $95.000 pada 3 Maret, tapi langsung jatuh ke $81.464 keesokan harinya. Sejak puncaknya di $109.346 pada 20 Januari, volatilitas yang terus berulang membuat investor ragu, apalagi saat emas terus menguat selama periode yang sama.

Saat ini, Bitcoin masih berada 16% di bawah rekor harga tertingginya, angka yang hampir setara dengan penurunan indeks S&P 500 sebesar 14,5%. Bahkan saat mencapai titik terendahnya di bawah $75.000, penurunan Bitcoin tetap lebih kecil dibandingkan koreksi besar yang dialami saham-saham seperti Nvidia, Amazon, Facebook, dan Tesla.

Pernyataan Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada 22 April memberikan sedikit ketenangan bagi pasar. Ia menyebut konflik tarif dengan Tiongkok tidak bisa berlangsung lama, membuka peluang untuk meredanya tensi perdagangan. Sementara itu, Presiden Donald Trump justru menyalahkan Ketua The Fed Jerome Powell karena belum menurunkan suku bunga yang dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi.

Di tengah situasi ini, investor mulai mengalihkan dana ke surat utang negara AS. Hal ini tercermin dari turunnya imbal hasil obligasi jangka pendek (2 tahun) dari 4,04% menjadi 3,81%. Meskipun return-nya lebih rendah, banyak yang memilih obligasi karena dianggap lebih aman. Di sisi lain, Bitcoin tetap menunjukkan penguatan 6,3% selama sebulan terakhir.

Untuk mengetahui apakah pelaku pasar besar melihat potensi lanjutan dari tren ini, bisa dilihat dari pasar opsi Bitcoin. Jika ekspektasi koreksi meningkat, maka opsi jual akan lebih mahal, dan indikator delta skew 25% naik di atas 6%. Sebaliknya, jika pasar optimis, indikator itu akan turun di bawah -6%.

Saat ini, indikator tersebut berada di angka -2%, yang berarti pasar masih berada dalam fase netral. Terakhir kali pasar menunjukkan optimisme kuat terjadi pada 30 Januari, saat harga Bitcoin mendekati $105.000. Belum ada sinyal kuat bahwa pasar mengantisipasi lonjakan ke atas $95.000 dalam waktu dekat.

Meskipun terdapat tekanan ekonomi secara umum, pelaku pasar tetap menaruh harapan pada laporan kinerja keuangan kuartal pertama. Data dari FactSet menyebutkan bahwa tujuh perusahaan teknologi besar (“Magnificent 7”) diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 14,8% dibandingkan tahun lalu.

Kesimpulannya, meskipun peluang Bitcoin untuk kembali menyentuh level $95.000 masih terbuka, banyak trader memilih menunggu kejelasan terkait konflik perdagangan AS-Tiongkok sebelum mengambil langkah yang lebih agresif.

Nanovest News v4.8.0