Bitcoin Naik Tajam di Tengah Penurunan Imbal Hasil Treasury AS

Imbal hasil Treasury AS turun, Bitcoin cetak pekan terbaik sejak Januari. Sentimen pasar campur aduk, harga hadapi resistensi di $88K–$90K.

article author image

MuhammadApr 15, 2025

article cover image

Imbal hasil Treasury AS bertenor 2 tahun dan 10 tahun turun pada Senin, 14 April, setelah Bitcoin (BTC) mencatat performa mingguan terbaiknya sejak pekan kedua Januari. Dalam sepekan terakhir, Bitcoin naik 6,79%. Namun, apakah faktor-faktor yang ada cukup kuat untuk mendukung kelanjutan tren naik ini?

Imbal hasil Treasury 10 tahun turun 8,2 basis poin ke level 4,40% selama sesi perdagangan New York, sementara obligasi 2 tahun turun 8 basis poin ke 3,88%. Penurunan ini terjadi setelah adanya kemungkinan pengecualian tarif untuk smartphone, komputer, dan semikonduktor, yang diberikan agar perusahaan AS punya waktu untuk memindahkan produksi ke dalam negeri. Meski begitu, Presiden AS Donald Trump menekankan bahwa pengecualian ini bersifat sementara.

0196352a-833d-7806-a176-c401e6753a53.png

Grafik imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun.

Pengumuman pengecualian tarif pada 12 April itu muncul di akhir pekan yang bullish bagi Bitcoin. Setelah sempat membentuk level terendah tahunan di $74.500, harga BTC melonjak 15% menjadi $86.100 antara 9 hingga 13 April.

Imbal Hasil yang Turun bisa jadi Pedang Bermata Dua

Penurunan imbal hasil Treasury AS bisa membawa dampak ganda bagi Bitcoin. Di satu sisi, imbal hasil yang lebih rendah membuat aset berbunga tetap menjadi kurang menarik, sehingga modal bisa mengalir ke aset berisiko seperti Bitcoin. Namun, ketidakpastian seputar “pengecualian sementara” dan perang dagang yang masih berlangsung dengan China tetap membuat harga Bitcoin rentan terhadap volatilitas.

Sebagai “lindung nilai terhadap inflasi,” Bitcoin terus memunculkan pendapat yang beragam. Namun, ketidakpastian kebijakan perdagangan belakangan ini meningkatkan kekhawatiran inflasi, yang pada akhirnya memperkuat narasi Bitcoin sebagai penyimpan nilai.

Meski begitu, data inflasi AS terbaru justru menunjukkan tren pendinginan. Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk Maret 2025 menunjukkan tingkat inflasi tahunan sebesar 2,4%, turun dari 2,8% pada Februari, angka ini menjadi yang terendah sejak Februari 2023 dan bisa menjadi sentimen negatif bagi Bitcoin dalam jangka pendek.

Rintangan harga Bitcoin ada di $88K hingga $90K

Sumber analisis Material Indicators menyebutkan bahwa Bitcoin masih mempertahankan posisi bullish di atas MA (Moving Average) 50 mingguan dan pembukaan kuartalan di $82.500. Penutupan mingguan yang kuat menunjukkan bahwa kemungkinan harga Bitcoin kembali ke level terendah mingguan sebelumnya cukup kecil. Analisis tersebut menambahkan:

“Bulls Bitcoin kini menghadapi resistensi teknikal dan likuiditas yang kuat di antara garis tren dan rata-rata pergerakan 200 hari. Kemungkinan ‘Spoofy’ akan memindahkan order jual di $88 ribu dan $92 ribu sebelum akhirnya tersentuh.”

019634c8-3fc5-7bdd-9966-d45ea528e995.jpeg

Grafik selisih harga Bitcoin Perpetual-spot.

Hal senada disampaikan oleh pendiri Alphractal, Joao Wedson, yang menyebut bahwa Bitcoin mungkin mendekati titik balik bullish. Indikator Perpetual Spot Gap di Binance, yang melacak selisih harga antara kontrak futures perpetual dan pasar spot Bitcoin, telah menyempit sejak akhir 2024.

Dalam unggahan terbaru di X, Wedson menyoroti bahwa gap yang saat ini masih negatif itu menunjukkan sentimen bearish mulai memudar. Tren historis dari 2020 hingga 2021 dan 2024 menunjukkan bahwa ketika gap berubah menjadi positif, sering kali diikuti dengan reli harga Bitcoin. Namun, Wedson juga mengingatkan bahwa gap negatif serupa pernah bertahan cukup lama selama pasar bearish 2022 hingga 2023.

Nanovest News v3.23.2