Bitcoin Tetap Jadi Lindung Nilai Inflasi Global, Meski Sering Disalahpahami

Dengan kelangkaan, desentralisasi, dan portabilitas, Bitcoin menawarkan perlindungan jangka panjang terhadap inflasi dan krisis kepercayaan. Spekulatif, tapi strategis.

article author image

KikiMay 14, 2025

article cover image

Dalam gelombang pasang inflasi global dari dapur-dapur rumah tangga Eropa hingga jalan-jalan di Caracas satu aset digital terus dibicarakan, dicintai, dicaci, namun tak pernah benar-benar ditinggalkan: Bitcoin.

Dikritik karena volatilitasnya, diragukan karena tidak selalu naik saat inflasi melonjak, namun diam-diam tetap menjadi benteng nilai bagi jutaan orang. Dalam sebuah opini mendalam oleh Jupiter Zheng, Partner di Liquid Fund, HashKey Capital, muncul argumen yang merobek narasi umum: Bitcoin bukan gagal sebagai lindung nilai inflasi, melainkan kita yang salah memahami waktunya bekerja.

Ketika Emas Naik, Kenapa Bitcoin Tidak?

Pertanyaan yang terus diulang oleh para pengkritik adalah sederhana: Jika Bitcoin benar-benar lindung nilai inflasi, mengapa harganya tidak selalu naik ketika inflasi meningkat? Terutama saat emas aset tradisional pelindung nilai mencetak rekor harga tertinggi.

Namun seperti disampaikan oleh Zheng, pendekatan jangka pendek inilah yang menyesatkan. Bitcoin, seperti emas, tidak didesain untuk bereaksi secara instan. Ia bekerja dalam kurun panjang, sebagai pelindung nilai terhadap sistem yang tergerus perlahan oleh inflasi, pencetakan uang, dan krisis kepercayaan pada institusi.

Kekuatan di Balik Keterbatasan 21 Juta Alasan

Salah satu argumen terkuat dalam narasi Bitcoin sebagai hedge adalah kelangkaannya. Dengan pasokan maksimum hanya 21 juta koin tanpa opsi “print more” seperti fiat Bitcoin menawarkan struktur nilai yang lebih bisa diprediksi dan tahan manipulasi.

Ini bukan teori kosong. Selama era pandemi dan pelonggaran kuantitatif besar-besaran, Bitcoin secara historis mengungguli emas dalam periode tertentu.

Bitcoin juga tidak dikendalikan bank sentral atau pemerintah. Ia tidak tunduk pada siklus politik atau suku bunga. Di negara-negara dengan kegagalan moneter seperti Venezuela, Argentina, Zimbabwe, hingga Lebanon, Bitcoin bukan hanya lindung nilai ia adalah jalan keluar.

Konsensus vs Sentralisasi

Berbeda dengan sistem keuangan tradisional yang berpusat pada otoritas, Bitcoin hidup dari konsensus matematis, bukan keputusan dewan direksi. Ketika kepercayaan publik pada institusi melemah, kepercayaan pada sistem seperti Bitcoin justru tumbuh.

Ini adalah sistem yang tahan sensor, tanpa jam kerja, dan tak bisa dimatikan oleh satu negara atau entitas.

“Bitcoin berjalan berdasarkan konsensus, bukan komando,” tulis Zheng.

Portabilitas Aset yang Tak Bisa Dikunci

Keunggulan lain yang sering diabaikan adalah portabilitas. Dalam krisis finansial seperti keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pada Maret 2023, Bitcoin melonjak 23% dalam hitungan hari.

Ketika bank tutup dan akses dana dibekukan, Bitcoin tetap bisa diakses selama pengguna memegang kunci pribadi.

Sementara sistem seperti SWIFT atau Visa bisa dihentikan oleh regulator atau menjadi target serangan siber, Bitcoin tidak memiliki titik pusat kegagalan. Transaksinya diverifikasi oleh jaringan miner terdistribusi di seluruh dunia.

Dalam kondisi darurat, akses langsung ke aset bisa menjadi perbedaan antara bertahan hidup atau tenggelam.

Istilah Baru Speculative Hedge

Apakah Bitcoin sempurna? Tentu tidak. Masih ada tantangan besar: volatilitas harga, akses internet, edukasi pengguna, hingga ketergantungan pada infrastruktur teknologi. Namun dalam lanskap ekonomi modern, Zheng menyarankan istilah yang lebih akurat untuk Bitcoin: speculative hedge.

Artinya, Bitcoin adalah lindung nilai yang bekerja bukan karena kestabilannya, tetapi karena sifat-sifat uniknya: terbatas, terdesentralisasi, dan tak bisa disita.

Beberapa perusahaan besar seperti MicroStrategy, Block, dan MassMutual sudah menaruh Bitcoin di neraca mereka sebagai strategi lindung nilai korporat. Diperkirakan 1 dari 4 perusahaan di indeks S&P 500 akan melakukan hal serupa pada 2030.

Bahkan beberapa pemerintah mulai mempertimbangkan Bitcoin sebagai cadangan devisa alternatif.

Bitcoin, Bukan Solusi Sempurna Tapi Pelampung yang Siap Pakai

Bitcoin bukan jaminan kekayaan. Tapi dalam dunia yang makin tidak pasti, ia bisa menjadi pelampung finansial alat bertahan ketika kapal besar ekonomi mulai retak.

Di saat semua institusi gagal, dan kepercayaan publik berada di titik nadir, aset seperti Bitcoin menawarkan satu hal yang tak bisa dijanjikan fiat atau emas sekalipun: kemandirian total.

Dan seperti semua pelampung, mungkin kamu tak menganggapnya penting sampai kamu benar-benar membutuhkannya.

Nanovest News v4.8.0