Harga Bitcoin Dapat Menguat Bahkan Ketika Perang Dagang Global
Harga Bitcoin dapat melonjak jika permainan perang dagang berisiko tinggi yang dimainkan oleh AS mengarah pada negosiasi yang berarti.

Albert • Apr 9, 2025

Ketegangan Perdagangan AS-Tiongkok Ganggu Pasar, Bitcoin Kembali Diuji di Tengah Tekanan Ekonomi
Para pelaku pasar kripto dan saham sempat menaruh harapan pada adanya solusi cepat guna menghindari rencana pemerintah Amerika Serikat menerapkan tarif impor hingga 104% terhadap barang-barang dari Tiongkok. Namun, harapan tersebut pupus setelah Gedung Putih menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut akan tetap diberlakukan mulai 9 April. Situasi pasar semakin tertekan setelah penasihat perdagangan Presiden Donald Trump, Peter Navarro, menyatakan bahwa tarif itu “bukan untuk dinegosiasikan.”
Sebagai dampaknya, indeks S&P 500 ditutup melemah 1,6% pada 8 April, membalikkan kenaikan sebelumnya sebesar 4%. Koreksi ini membuat pelaku pasar bertanya-tanya apakah Bitcoin mampu mempertahankan tren positifnya di tengah ketidakpastian makroekonomi yang terus memburuk.
Masalah Utang AS Bisa Jadi Pemicu Kenaikan Bitcoin
Selama periode 2–7 April, S&P 500 mencatat penurunan tajam sebesar 14,7%, memicu kepanikan di kalangan investor kripto dan mendorong harga Bitcoin untuk kembali menguji level $75.000—angka terendah dalam lebih dari lima bulan.
Saat menghadiri acara bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada 7 April, Presiden Trump mengatakan ingin “mengatur ulang sistem perdagangan.” Ia juga menyebut bahwa tarif bisa bersifat permanen, namun tetap membuka peluang negosiasi untuk kebutuhan lainnya. Di tengah ketidakpastian ini, banyak proses IPO dan merger tertunda, serta aktivitas pendanaan seperti pinjaman dengan leverage dan penjualan obligasi ikut terganggu.
Sejumlah ekonom memperingatkan bahwa kebijakan tarif tersebut dapat memicu inflasi dan meningkatkan risiko resesi ekonomi. Meski demikian, dampaknya terhadap harga Bitcoin masih sulit diprediksi. Beberapa investor menganggap sistem keuangan Bitcoin yang terbatas justru menjadi pelindung dari inflasi akibat pencetakan uang fiat yang tak terkendali.
Korelasi Jangka Pendek Jadi Tantangan, Tapi Suku Bunga Bisa Jadi Pemicu Rebound
Dalam waktu dekat, Bitcoin diperkirakan masih akan bergerak seiring dengan arah pasar saham. Meski begitu, tantangan fiskal pemerintah AS membuka ruang pertumbuhan bagi Bitcoin. Pada 8 April, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik ke 4,28%, setelah sebelumnya sempat menyentuh 3,90% sehari sebelumnya. Kenaikan ini menandakan bahwa investor mulai meminta imbal hasil lebih tinggi untuk menahan obligasi pemerintah.
Beban utang pemerintah sebesar $9 triliun yang jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan diperkirakan akan memperburuk neraca fiskal dan menekan nilai tukar dolar AS. Indeks Dolar (DXY) pun turun ke 103,0 pada 8 April dari 104,2 pada akhir Maret. Situasi ini dinilai bisa memberikan angin segar bagi pergerakan harga Bitcoin, sebagaimana disampaikan oleh CEO BlackRock, Larry Fink, dalam suratnya kepada investor.
Michael Gapen, Kepala Ekonom AS dari Morgan Stanley, dalam laporannya pada 8 April menyebut bahwa The Fed kemungkinan akan mempertahankan suku bunga pada kisaran 4,25%–4,50% hingga Maret 2026. Menurutnya, hanya resesi yang bisa mengubah arah kebijakan, dan jika itu terjadi, pemangkasan suku bunga mungkin akan dilakukan lebih awal dan dalam skala besar.
Dengan semakin terbatasnya ruang gerak The Fed untuk mencegah resesi tanpa memicu inflasi, Bitcoin bisa kembali menarik minat investor. Meskipun waktu pemulihan belum bisa dipastikan, ketidakpastian yang berkepanjangan soal perang dagang bisa mendorong investor untuk beralih ke aset yang lebih langka seperti Bitcoin, terutama di tengah kekhawatiran terhadap potensi pelemahan nilai dolar AS.