Tiongkok Didesak Tinjau Ulang Kebijakan Bitcoin: Akankah Sikap Anti-Kripto Berubah?

Zhu Guangyao, mantan Wakil Menteri Keuangan Tiongkok, menyerukan evaluasi ulang sikap negara terhadap Bitcoin di tengah perkembangan kripto global.

article author image

MOct 2, 2024

article cover image

Zhu Guangyao, mantan Wakil Menteri Keuangan Tiongkok, mengeluarkan seruan mendesak kepada pemerintah Tiongkok untuk mempertimbangkan kembali sikap kerasnya terhadap Bitcoin dan kripto.

Dalam Forum Kepala Ekonom Tsinghua Wudaokou 2024 pada 28 September, Zhu menyoroti pentingnya penelitian mendalam terhadap teknologi kripto, yang semakin menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi digital global.

Seruan untuk Berubah Arah

Zhu menyadari risiko yang ditimbulkan oleh aset kripto, terutama terkait pasar modal dan upaya memerangi pencucian uang serta pendanaan terorisme. Namun, ia juga menekankan bahwa Tiongkok harus memantau perkembangan kebijakan internasional di bidang ini untuk tetap relevan di era ekonomi digital.

“Kita harus sepenuhnya memahami risiko dan bahaya yang ditimbulkan oleh aset digital terhadap pasar modal. Namun, sangat penting untuk mempelajari tren internasional dan kebijakan yang telah disesuaikan, karena kripto merupakan bagian vital dari pertumbuhan ekonomi digital,” kata Zhu.

Ia juga mencatat bahwa Amerika Serikat, selama bertahun-tahun, khawatir akan dampak destabilisasi kripto terhadap pasar keuangan global.

Namun, perubahan signifikan terjadi pada tahun 2024, ketika mantan Presiden Donald Trump memasukkan kripto ke dalam platform kampanye politiknya. Trump bahkan berjanji mendukung pertumbuhan industri ini, dengan argumen bahwa jika AS tidak mengambil peran utama, negara-negara seperti Tiongkok akan menyusul.

Perkembangan di Pasar Global dan BRICS

Zhu menyoroti pentingnya perkembangan kripto di pasar negara berkembang dan negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). Rusia, misalnya, baru-baru ini mengesahkan undang-undang yang mengizinkan bank sentral untuk mengawasi sektor kripto serta memungkinkan perusahaan menggunakan kripto untuk transaksi internasional.

Menurut Zhu, penting bagi Tiongkok untuk terus waspada terhadap perubahan kebijakan kripto internasional, sehingga negara ini dapat tetap kompetitif dalam ekonomi digital yang berkembang pesat.

Larangan Bitcoin di Tiongkok

Tiongkok pertama kali memberlakukan pembatasan terhadap Bitcoin pada tahun 2013, melarang institusi keuangan terlibat dalam transaksi kripto. Namun, kebijakan ini gagal menghentikan pertumbuhan industri kripto di negara tersebut. Pada tahun 2017, pemerintah memperketat regulasi dengan melarang Initial Coin Offerings (ICO) dan menutup bursa kripto domestik.

Kemudian, pada 2021, Tiongkok melarang seluruh kegiatan penambangan dan perdagangan Bitcoin, dengan alasan stabilitas keuangan, penipuan, dan dampak lingkungan.

Meski larangan tersebut memaksa banyak perusahaan kripto untuk pindah ke luar negeri, perdagangan kripto tetap berlanjut melalui platform terdesentralisasi, dengan volume transaksi yang masih mencapai miliaran dolar.

Selain itu, meskipun ada larangan, pool penambangan Bitcoin asal Tiongkok masih mendominasi hashrate global, menunjukkan bahwa dampak penuh dari kebijakan larangan belum benar-benar dirasakan.

Apakah Tiongkok Siap Mengubah Sikapnya?

Dengan kemajuan kripto di pasar global dan sikap negara-negara seperti Amerika Serikat yang semakin membuka diri, Tiongkok perlu mengevaluasi kembali pendekatannya terhadap industri ini. Seruan dari Zhu Guangyao mungkin menandai awal dari diskusi yang lebih besar tentang masa depan kripto di negara tersebut, terutama di tengah perkembangan teknologi dan pergeseran kebijakan global.

Nanovest News v3.21.0