Ethereum Dinilai Tertinggal dari Bitcoin dan Altcoin? Berikut Analisisnya

Dengan peluncuran ETF yang gagal dan dominasi DEX yang menurun, Ethereum menghadapi tantangan besar. Apakah harga ETH masih bisa menuju $2.600?

article author image

MohammadOct 9, 2024

article cover image

Ethereum (ETH) tampaknya mengalami kesulitan mempertahankan posisinya sebagai raja di dunia altcoin setelah mengalami penurunan harga sebesar 7,3% antara 1 Oktober dan 8 Oktober 2024.

Penurunan ini mencerminkan tren lebih luas di pasar altcoin, mengindikasikan bahwa pergerakan negatif ini bukan hanya karena faktor internal di ekosistem Ethereum. Dengan investor yang semakin skeptis, banyak yang bertanya-tanya apakah Ethereum masih memiliki potensi untuk kembali ke level $2.600 dalam waktu dekat.

Peluncuran ETF Ethereum yang Gagal dan Penurunan Dominasi DeFi

Salah satu faktor utama yang menahan harga Ethereum adalah peluncuran ETF Ether di AS yang tidak berjalan sesuai harapan.

Data dari Farside Investors menunjukkan tidak ada arus masuk bersih ke ETF ini pada 7 Oktober, bahkan terjadi aliran keluar kumulatif sebesar $548 juta sejak diluncurkan pada Juli lalu. Sentimen pasar terhadap produk ini mencerminkan ketidakpastian dan minimnya minat investor institusional.

Selain itu, Ethereum juga menghadapi persaingan ketat dari jaringan blockchain lain yang mengutamakan skalabilitas seperti Solana (SOL)BNB Chain, Tron (TRX)Avalanche (AVAX), dan Sui. Meskipun sering dikritik karena risiko sentralisasi, blockchain ini telah mengumpulkan total nilai terkunci (TVL) sebesar $19,5 miliar, yang setara dengan 43% dari deposito Ethereum yang bernilai $45,6 miliar.

Ethereum Kehilangan Pangsa Pasar DEX dan Layer-2 Menjadi Harapan Baru

Dominasi Ethereum dalam volume perdagangan di bursa terdesentralisasi (DEX) juga merosot tajam dari 64% pada Januari 2023 menjadi hanya 22% saat ini, dengan Solana memimpin di sektor ini.

Screenshot 2024-10-09 145905.png

Meski begitu, para pendukung Ethereum masih dapat berharap pada solusi layer-2 seperti Base, Arbitrum, Polygon, dan Optimism yang mulai menunjukkan kekuatan mereka.

Base berhasil merebut 14% pangsa pasar dalam ekosistem layer-2 hanya dalam waktu tujuh bulan. Beberapa sorotan dalam jaringan Base termasuk Aerodrome yang mencatat perdagangan senilai $2,93 miliar dalam sepekan terakhir, serta Uniswap dengan volume perdagangan $1,36 miliar di periode yang sama.

Meskipun solusi layer-2 berhasil mengurangi biaya dan memaksimalkan efisiensi, aktivitas transaksi di jaringan dasar Ethereum tetap stagnan, yang menambah kekecewaan para investor.

Ether Menghadapi Risiko Tekanan Inflasi dan Penurunan Minat Investor

Kegagalan Ethereum untuk menarik minat pengguna baru juga memicu kekhawatiran tentang potensi Ether menjadi inflasioner, terutama ketika permintaan untuk block space menurun dan biaya transaksi berkurang. Dalam situasi ini, insentif untuk validator juga ikut menurun, melemahkan keamanan jaringan secara keseluruhan.

Namun, kejutan datang dari BlackRock, penyedia utama ETF Ether, yang menyebut Ether sebagai aset "risk-on," lebih mirip dengan saham dan venture capital, daripada Bitcoin yang sering dilihat sebagai "emas digital."

Perspektif ini bisa memposisikan Ether sebagai pilihan bagi investor yang mencari pertumbuhan lebih agresif dibandingkan stabilitas.

Selain itu, Daniel Yergin dari S&P Global menambahkan bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan berkurangnya permintaan minyak dari China membuat ekonomi global memasuki masa-masa sulit. Penurunan 9% di indeks pasar saham China menambah kekhawatiran akan prospek masa depan yang tidak pasti bagi pasar kripto, termasuk Ethereum.

Nanovest News v3.21.0