Daftar Saham Energi yang Berpotensi Naik Tajam di Tengah Konflik Geopolitik
Harga minyak mentah melonjak 9% di tengah meningkatnya konflik di Timur Tengah. Saham energ diprediksi akan terus naik seiring risiko disrupsi pasokan global.
M • Oct 7, 2024
Harga minyak mentah kembali mengalami lonjakan tajam di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, menandakan bahwa minyak sekali lagi menjadi aset yang diperebutkan di pasar global.
Selama pekan lalu, harga minyak mentah berjangka (crude futures) naik sebesar 9%, mencatatkan kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2023. Hal ini dipicu oleh eskalasi konflik yang diprediksi akan semakin panas setelah Israel berjanji untuk membalas serangan misil dari Iran.
Minyak Menuju Level $100 per Barel di Tengah Risiko Disrupsi Pasokan
Kekhawatiran terhadap potensi gangguan pasokan minyak semakin meningkat, terutama dengan kemungkinan besar terganggunya produksi minyak dari Iran, salah satu pemain utama di pasar global yang memproduksi lebih dari tiga juta barel minyak per hari.
Claudio Galimberti dari Rystad Energy menyebut bahwa para trader kini mulai "jelas memasukkan risiko gangguan pasokan besar" ke dalam prediksi mereka, menyusul meningkatnya ketegangan yang mencapai salah satu level tertinggi dalam empat dekade terakhir.
Bill Baruch dari Blue Line Futures juga menyatakan bahwa risiko gangguan pasokan ini bisa menjadi "angin pendorong besar" bagi harga minyak dalam jangka pendek.
Menurutnya, jika situasi di kawasan tersebut semakin memburuk, harga minyak bisa naik secara signifikan, menjadikan ini sebagai "pengubah permainan" yang bisa mengguncang pasar global.
Saham Energi Jadi Pilihan Terbaik Saat Ini
Dalam situasi ketidakpastian ini, saham energi besar seperti Exxon Mobil (XOM), Chevron (CVX), dan Shell (SHEL) dinilai sebagai pilihan investasi yang tepat saat ini.
Claudio Galimberti menyebut ketiga perusahaan ini sebagai "pelindung nilai" di tengah ketegangan di Timur Tengah karena eksposur mereka yang terbatas terhadap kawasan tersebut.
Tren ini juga tercermin di pasar saham, di mana harga saham Exxon naik sebesar 7,8% ke level tertinggi sepanjang masa, sementara Chevron melonjak 3,6% pekan lalu.
Para analis di Wall Street juga tengah memantau kemungkinan penutupan Selat Hormuz, jalur strategis yang mengangkut hampir 30% perdagangan minyak dunia. Penutupan jalur ini dapat menjadi ancaman besar bagi pasokan global, dan dampaknya terhadap harga minyak diperkirakan akan sangat signifikan.
Goldman Sachs: Potensi Kenaikan Harga Minyak Hingga $90 per Barel
Goldman Sachs memperkirakan bahwa harga minyak Brent dapat mencapai puncaknya sekitar $90 per barel jika OPEC bertindak cepat untuk mengimbangi gangguan pasokan sebesar dua juta barel per hari selama enam bulan. Namun, jika OPEC tidak mengambil langkah cepat, harga diperkirakan bisa menembus kisaran pertengahan $90-an.
Jenny Grimberg dari Goldman Sachs menyoroti bahwa dampak terbesar dari konflik di Timur Tengah kemungkinan besar akan berasal dari gangguan pasokan energi, terutama jika Selat Hormuz terpaksa ditutup.
"Penutupan selat tersebut bisa menyebabkan kenaikan harga minyak lebih lanjut yang signifikan, yang pada gilirannya dapat memicu tekanan inflasi dan menekan pertumbuhan ekonomi," tulis Grimberg dalam catatan analisnya.
Selain minyak, ketegangan geopolitik ini juga dapat memicu perpindahan modal ke aset-aset safe-haven lainnya. Menurut Paul Christopher dari Wells Fargo Investment Institute, eskalasi konflik yang lebih luas kemungkinan besar akan membuat investor beralih ke mata uang safe-haven seperti dolar AS, yen Jepang, dan franc Swiss.
Selain itu, harga komoditas dan obligasi 10-tahun AS diprediksi akan naik, sementara pasar ekuitas global bisa mengalami tekanan.
"Pergerakan ini mencerminkan sikap hati-hati investor yang mencari perlindungan dari volatilitas di pasar keuangan," kata Christopher dalam catatan untuk kliennya pekan lalu.
Ketika ketegangan terus meningkat, fokus investor kini tertuju pada kemungkinan disrupsi besar-besaran di pasar minyak global dan dampaknya terhadap inflasi dan stabilitas ekonomi. Dengan potensi gangguan pasokan yang terus mengintai, sektor energi tampaknya akan terus menjadi pusat perhatian bagi para pelaku pasar global.