OpenAI Ajukan Penolakan Gugatan Elon Musk, Sebut Tuduhan Tak Berdasar
Gugatan Elon Musk terhadap OpenAI, yang menuduh pelanggaran dan penipuan, mendapat respons tegas dari OpenAI. Mereka mengajukan penolakan dengan alasan tidak ada kontrak yang mengikat dan tuduhan tak berdasar.
Kiki • Oct 23, 2024
OpenAI, perusahaan yang berkembang pesat dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI), baru-baru ini mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menolak gugatan besar yang diajukan oleh Elon Musk.
Gugatan ini menuduh OpenAI telah melanggar kontrak, melakukan penipuan, dan bahkan terlibat dalam pelanggaran undang-undang RICO (Racketeer Influenced and Corrupt Organizations Act).
Kasus ini dipandang oleh banyak pengamat sebagai salah satu pertarungan hukum paling menarik di industri teknologi.
Permohonan penolakan tersebut diajukan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Utara California, dan tim hukum OpenAI menyebut tuduhan Musk sebagai "tak berdasar" serta bagian dari strategi yang lebih luas untuk mendapatkan keunggulan kompetitif di sektor AI.
Gugatan Musk, yang pertama kali diajukan pada Agustus 2024, menuduh bahwa OpenAI telah meninggalkan misi non-profit yang menjadi dasar pendiriannya demi mengejar keuntungan melalui kemitraan komersial, termasuk kesepakatan dengan Microsoft.
Elon Musk dan Tuduhan yang Diajukan
Musk, salah satu pendiri OpenAI pada tahun 2015, menyatakan bahwa perusahaan telah melanggar kesepakatan awal untuk mempublikasikan teknologi AI demi kebaikan publik dan menghindari lisensi kepada perusahaan komersial.
Musk menuduh OpenAI melakukan penipuan, pengayaan tidak adil, serta pelanggaran undang-undang RICO, yang biasanya digunakan untuk menindak kejahatan terorganisir.
Gugatan tersebut menyoroti kekecewaan Musk terhadap arah baru OpenAI yang telah bertransformasi menjadi entitas hybrid antara non-profit dan for-profit. Musk merasa bahwa OpenAI telah mengkhianati nilai-nilai awal yang mereka sepakati bersama.
Secara khusus, dia menyoroti kesepakatan dengan Microsoft sebagai pelanggaran terhadap janji awal perusahaan untuk tetap independen dan terbuka.
Pembelaan OpenAI Tidak Ada Kontrak yang Mengikat
Dalam responsnya, OpenAI dengan tegas menolak semua tuduhan tersebut, mengklaim bahwa tidak ada kontrak yang sah antara Musk dan perusahaan. Menurut pengajuan hukum yang mereka ajukan, korespondensi antara Musk dan OpenAI pada tahun 2015 hanyalah diskusi awal dan tidak membentuk komitmen hukum yang mengikat.
“Tidak ada janji spesifik yang dibuat oleh OpenAI yang dapat mendukung klaim Musk,” tegas tim hukum OpenAI. Mereka menambahkan bahwa sumbangan yang diberikan oleh Musk setahun setelah diskusi awal tidak memenuhi syarat sebagai "pertimbangan" dalam hukum kontrak yang merupakan elemen penting untuk membentuk perjanjian yang sah.
OpenAI juga menyoroti bahwa tidak pernah ada kesepakatan resmi untuk menghindari kerja sama dengan perusahaan komersial seperti Microsoft. Tim hukum perusahaan menyatakan bahwa tuduhan Musk hanyalah spekulasi dan tidak didukung oleh bukti nyata.
Tuduhan Penipuan dan RICO Kurang Spesifik
Selain tuduhan pelanggaran kontrak, Musk juga menuduh OpenAI melakukan penipuan dan melanggar RICO Act undang-undang yang biasanya digunakan untuk menindak kejahatan seperti penipuan keuangan.
Namun, dalam argumen pembelaannya, OpenAI menyebut tuduhan ini terlalu jauh dan tidak memiliki dasar yang cukup kuat untuk diadili.
Musk menuduh bahwa para eksekutif OpenAI terlibat dalam tindakan penipuan dan rekayasa untuk memperkaya diri, namun OpenAI menolak klaim ini dengan mengatakan bahwa tuduhan tersebut "hanya berdasarkan dugaan dan tidak didukung oleh fakta."
Tim hukum OpenAI menambahkan bahwa tuduhan Musk tentang penipuan, self-dealing, dan wire fraud tidak memenuhi ambang hukum yang diperlukan untuk kasus penipuan atau pelanggaran RICO.
Apakah Musk Punya Dasar Hukum untuk Mengajukan Gugatan?
Salah satu argumen paling kuat dalam permohonan penolakan OpenAI adalah bahwa Musk, dalam kapasitasnya sebagai donor, tidak memiliki kewenangan hukum untuk menuntut perusahaan atas dugaan pelanggaran fidusia (fiduciary duty).
Karena OpenAI didirikan sebagai organisasi non-profit di Delaware, donor seperti Musk tidak memiliki hak untuk mengontrol keputusan strategis perusahaan atau menantang tindakan yang diambil oleh dewan direksi.
Tim hukum OpenAI berpendapat bahwa Musk tidak memiliki "kepentingan yang dapat dituntut" dalam aset OpenAI, dan statusnya sebagai pendonor tidak memberinya hak untuk mendikte arah bisnis perusahaan.
Selain itu, OpenAI menegaskan bahwa transisi perusahaan menjadi entitas hybrid yang mencakup unsur non-profit dan for-profit, serta kemitraannya dengan Microsoft, sepenuhnya sesuai dengan hak hukum perusahaan dan tidak melanggar tanggung jawab apa pun kepada Musk.
Dampak dan Kelanjutan Kasus
Hearing untuk permohonan penolakan ini dijadwalkan pada 12 November 2024, di hadapan Hakim Distrik AS Yvonne Gonzalez Rogers di Oakland, California. Jika permohonan OpenAI diterima, kasus ini bisa berakhir lebih cepat dari yang diperkirakan.
Namun, jika permohonan tersebut ditolak, kasus ini bisa berlanjut ke fase discovery, di mana kedua belah pihak akan diminta untuk menyerahkan lebih banyak bukti untuk mendukung klaim mereka.
Jika fase discovery dimulai, kasus ini akan menjadi sangat menarik bagi para pengamat teknologi dan hukum. Bagaimana pengungkapan lebih lanjut dari kedua pihak bisa mempengaruhi persepsi publik tentang arah OpenAI dan hubungannya dengan tokoh besar seperti Elon Musk?
Kesimpulan: Pertarungan Hukum yang Memanas
Gugatan Musk terhadap OpenAI menggambarkan ketegangan yang semakin nyata di sektor AI, di mana berbagai pihak berlomba-lomba untuk mendapatkan dominasi di pasar teknologi yang semakin kompetitif.
Meski demikian, OpenAI tampaknya yakin bahwa tuduhan yang diajukan oleh Musk tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan mereka berharap pengadilan akan menolak gugatan tersebut.
Apakah gugatan ini merupakan upaya Musk untuk mendapatkan kembali kendali atas perusahaan yang ia bantu dirikan, atau sekadar strategi untuk menekan OpenAI di tengah persaingan ketat di industri AI?
Hanya waktu yang akan menjawabnya. Yang jelas, pertarungan ini menunjukkan bahwa masa depan AI tidak hanya diperebutkan di laboratorium teknologi, tetapi juga di ruang pengadilan.
Source image: