Web3 di Persimpangan Jalan: Mengapa Adopsi Massal Masih Jauh dari Kenyataan?
Meski berpotensi mencapai nilai $177 miliar pada 2033, Web3 belum mampu menarik pengguna mainstream. Apa yang menghambatnya, dan bagaimana langkah untuk mendorong adopsi lebih luas?
Kiki • Oct 7, 2024
Web3 telah menjadi salah satu topik perbincangan hangat di kalangan komunitas teknologi dalam beberapa tahun terakhir. Janjinya untuk menghadirkan internet terdesentralisasi di mana pengguna memiliki kendali penuh atas data dan aset mereka telah memicu antusiasme di seluruh dunia.
Namun, meski potensi pertumbuhannya begitu besar — dengan proyeksi nilai pasar mencapai $177,58 miliar pada 2033 adopsi nyata Web3 di kehidupan sehari-hari masih tergolong rendah. Mengapa?
Gagasan Revolusioner yang Belum Terealisasi
Web3 pada awalnya digadang-gadang sebagai revolusi digital yang akan mengembalikan kendali internet ke tangan pengguna. Visi ini mencakup sistem tanpa perantara, akses tanpa izin, dan interoperabilitas yang mulus.
Pengguna dapat mengelola aset mereka secara mandiri, sekaligus mendapatkan keuntungan langsung dari data yang mereka hasilkan, tanpa harus bergantung pada pihak ketiga yang seringkali memanfaatkan informasi mereka untuk kepentingan komersial.
Dalam beberapa aspek, Web3 sudah mulai merealisasikan janji tersebut. Berbagai aplikasi terdesentralisasi (dApps) telah hadir, memungkinkan pengguna bermain game, staking aset, dan melakukan transaksi tanpa khawatir campur tangan pihak ketiga.
Namun, terlepas dari kemajuan ini, adopsi Web3 masih jauh dari mainstream. Mengapa hal ini terjadi?
Kompleks dan Sulit Dipahami
Salah satu penghalang terbesar untuk adopsi Web3 adalah kompleksitasnya. Bagi pengguna awam, konsep kripto dan platform Web3 sangat sulit dimengerti dan bahkan lebih sulit lagi untuk digunakan.
Istilah-istilah seperti mainnet, Layer 2 (L2), dan gas fee seringkali membingungkan dan tidak intuitif, membuat orang enggan untuk mencoba. Pengguna yang tidak akrab dengan dunia kripto sering kali menganggap Web3 sebagai "hal yang rumit dan tidak bisa diakses," sehingga mereka memilih untuk tetap berada di jalur yang lebih aman dan sudah mereka kenal, seperti perbankan tradisional dan aplikasi Web2.
Teknologi Layer 2, seperti Base dan Arbitrum, misalnya, dirancang untuk meningkatkan skalabilitas dan efisiensi jaringan blockchain dengan transaksi yang lebih cepat dan biaya yang lebih murah.
Namun, banyak pengguna yang bahkan tidak mengetahui tujuan dari L2 atau bagaimana cara kerjanya. Tanpa pemahaman yang jelas, potensi dari teknologi ini menjadi tidak relevan bagi sebagian besar masyarakat.
Selain itu, reputasi Web3 juga tak luput dari masalah. Berbagai insiden penipuan, peretasan, dan skema "cepat kaya" yang terkait dengan dunia kripto telah membuat banyak orang merasa ragu dan tidak aman.
Selain itu, konsep "self-custody," di mana pengguna bertanggung jawab penuh atas aset mereka, kerap dianggap menakutkan bagi kebanyakan orang. Perbankan tradisional menawarkan jaring pengaman seperti layanan pelanggan dan perlindungan hukum, yang masih dianggap lebih nyaman dan aman oleh mayoritas masyarakat.
Keterbatasan Kasus Penggunaan
Sejauh ini, penggunaan Web3 masih sangat terbatas. Di luar perdagangan kripto dan aktivitas spekulatif, belum banyak aplikasi praktis yang menarik minat pengguna mainstream. Kebanyakan orang merasa bahwa aset kripto yang mereka miliki tidak dapat digunakan untuk hal-hal bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini jelas menjadi penghalang besar bagi adopsi massal.
Untuk mencapai adopsi yang lebih luas, Web3 perlu menawarkan aplikasi yang lebih praktis dan menarik yang bisa diakses dan digunakan oleh masyarakat umum. Saat ini, kebanyakan aplikasi Web3 masih berpusat pada dunia kripto itu sendiri, seperti DeFi (keuangan terdesentralisasi), NFT (non-fungible token), dan staking.
Sementara itu, aplikasi yang bisa diaplikasikan ke kebutuhan harian, seperti pembayaran, perbankan, dan bahkan media sosial, masih sangat terbatas.
Masa Depan Web3 Fokus pada Kesederhanaan dan Integrasi
Pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana Web3 bisa diselamatkan dan dibawa ke ranah mainstream? Jawabannya mungkin terletak pada fokus terhadap pengalaman pengguna dan integrasi yang lebih baik dengan platform Web2 yang sudah dikenal masyarakat.
Web3 perlu menghadirkan konsep-konsep seperti interoperabilitas, self-custody, dan akses tanpa izin dalam cara yang lebih sederhana dan dapat dipahami oleh pengguna umum. Bayangkan jika suatu hari kamu adalah pengguna neobank dan bank tersebut tiba-tiba menawarkan imbal hasil lebih tinggi melalui dompet Web3 yang terintegrasi.
Atau ketika aplikasi non-kripto seperti media sosial atau e-commerce mulai menawarkan fungsi dompet cerdas (smart wallet). Dengan cara ini, manfaat Web3 menjadi lebih jelas dan lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.
Pengalaman pengguna (UX**)** yang lebih baik adalah kunci di sini. Saat ini, antarmuka dan mekanisme Web3 masih terasa canggung dan rumit. Untuk menarik audiens yang lebih luas, Web3 perlu dirancang seintuitif aplikasi yang sudah biasa kita gunakan sehari-hari, seperti layanan perbankan digital atau media sosial.
Ini berarti menyediakan antarmuka yang mudah digunakan, panduan yang jelas, dan proses onboarding yang sederhana. Selain itu, edukasi dan pemasaran yang tepat akan sangat penting dalam menghilangkan stigma dan kesalahpahaman tentang Web3.
Mencari Nilai Nyata bagi Pengguna
Di balik kerumitannya, potensi Web3 sangat besar. Untuk memanfaatkannya, industri ini perlu fokus pada penciptaan nilai nyata bagi pengguna sehari-hari. Dengan lebih banyak kasus penggunaan yang praktis dan menarik, seperti aplikasi pembayaran, game, atau media sosial berbasis blockchain, adopsi massal dapat menjadi kenyataan.
Integrasi dengan platform Web2 juga akan menjadi langkah penting dalam mendukung transisi ke Web3. Alih-alih menggantikan seluruh ekosistem digital yang sudah ada, Web3 bisa hadir sebagai pelengkap, menambah nilai dan meningkatkan fungsi platform yang sudah dikenal oleh masyarakat.
Dengan cara ini, Web3 bisa bergerak dari hanya sekadar konsep futuristik menjadi bagian dari keseharian kita.
Web3 berada di persimpangan jalan. Untuk mencapai adopsi massal, ekosistem ini perlu melakukan langkah-langkah konkret, mulai dari menyederhanakan kompleksitas, memperbaiki pengalaman pengguna, hingga menyediakan aplikasi yang relevan bagi kehidupan sehari-hari.
Jika berhasil, janji Web3 sebagai internet yang lebih terdesentralisasi, aman, dan menguntungkan bagi penggunanya bisa menjadi kenyataan.