Chipotle Gagal Penuhi Target Q1, Saham Turun Meski Harga Menu Tak Naik
Chipotle catat penurunan penjualan dan transaksi di Q1 2025. CEO pastikan tak naikkan harga di tengah tekanan tarif dan inflasi.

Ajeng • Apr 24, 2025

Rantai restoran cepat saji premium Chipotle Mexican Grill Inc. (CMG) mencatat penurunan kinerja keuangan pada kuartal pertama 2025, dengan pendapatan dan penjualan toko yang sama (same-store sales) meleset dari proyeksi Analis.
Meski begitu, perusahaan menegaskan tidak akan menaikkan harga menu dalam waktu dekat di tengah kondisi market yang sensitif dan tekanan dari perang dagang yang sedang berlangsung.
Dalam laporan keuangan yang dirilis setelah penutupan pasar pada Rabu malam waktu AS, Chipotle mencatat penurunan same-store sales pertamanya sejak 2020 dan penurunan transaksi sebesar 2.3% — menjadi yang terburuk sejak 2022.
Namun demikian, CEO Scott Boatwright dalam wawancara dengan Yahoo Finance menegaskan, “Kami tidak berencana menaikkan harga dalam waktu dekat, mengingat kondisi konsumen saat ini."
Ia menambahkan, perusahaan masih mengamati komponen tarif mana yang bersifat sementara dan mana yang permanen, sebelum mengambil kebijakan harga yang tepat.
Tetap Tahan Harga, Meski Punya Kekuatan di Market
Boatwright menekankan bahwa Chipotle memiliki kekuatan harga yang "luar biasa", namun memilih untuk tidak langsung menggunakannya. “Kami melihat kekuatan harga sebagai aset strategis. Kami bisa memanfaatkannya kapan pun diperlukan, namun saat ini kami memilih untuk bersabar karena kondisi keuangan kami masih solid,” ujarnya.
CFO Adam Rymer menambahkan bahwa segmen makan malam saat ini menunjukkan performa yang lebih stabil dibandingkan makan siang, mencerminkan perubahan pola konsumsi konsumen yang mulai lebih selektif dalam pengeluaran.
Saham Anjlok, Fast Casual Ditinggalkan Investor
Meskipun perusahaan menahan harga, saham Chipotle turun 2% dalam after-hours trading.
Investor mulai mengalihkan perhatian dari sektor fast casual ke restoran cepat saji besar seperti McDonald’s (MCD) dan Yum! Brands (YUM) yang justru mencatat kenaikan saham mendekati 10% secara year-to-date (YTD).
Sementara itu, saham Chipotle, Sweetgreen (SG), dan CAVA masing-masing anjlok 19%, 42%, dan 23% sepanjang tahun ini.
Analis William Blair, Sharon Zackfia, menyoroti risiko tambahan seperti tekanan biaya bahan baku, inflasi upah—termasuk imbas dari aturan upah minimum seperti FAST Act—serta sensitivitas ekonomi yang tinggi terhadap produk premium.
Dampak Tarif Belum Terasa Penuh
Meski tergolong rentan terhadap pasokan dari Mexico—sekitar 50% pasokan alpukat, tomat, jeruk nipis, dan cabai—Chipotle menyatakan dampak langsung dari kebijakan tarif masih terbatas.
Tomat asal Mexico yang mewakili sekitar 1% dari biaya bahan baku akan dikenakan tarif 21% mulai 14 Juli, namun Boatwright menilai beban tersebut masih dapat diatasi.
“Kami bisa menyerapnya. Jika diperlukan, kami akan melakukan penyesuaian harga di masa depan ketika sentimen konsumen sudah lebih pulih,” jelasnya. Sebagai langkah awal, Chipotle akan mencari efisiensi internal terlebih dahulu sebelum memindahkan beban ke konsumen.
Ekspansi Tetap Agresif, Target 7,000 Gerai
Meski kondisi market menantang, Chipotle tetap melanjutkan strategi ekspansi agresif. Tahun ini, perusahaan berencana membuka antara 315 hingga 345 gerai baru, dengan target jangka panjang mencapai 7,000 lokasi di AS dan Canada, naik dari 3,700 lokasi saat ini.
“Kami tidak kehilangan pelanggan, yang terjadi adalah tantangan dari sisi kenyamanan. Solusinya adalah mempercepat pembangunan gerai baru agar lebih mudah diakses,” ujar Boatwright.
Namun Analis Baird, David Tarantino, mengingatkan bahwa strategi pertumbuhan cepat ini membawa risiko tersendiri.
“Performa yang konsisten akan sangat bergantung pada kemampuan Chipotle menemukan lokasi strategis dan tenaga kerja berkualitas di tengah ketatnya persaingan,” ujarnya.