Dolar AS Melemah, Logam Mulia Bersinar Capai Level Tertinggi Mingguan
Melemahnya yield T-note AS dan survei manufaktur yang buruk menekan dolar. Sementara itu, emas dan perak meraih momentum di tengah ketegangan geopolitik dan ekspektasi suku bunga lebih rendah dari ECB.
Mohammad • Oct 16, 2024
Indeks dolar AS (DXY) kembali mengalami tekanan pada Selasa (15/10), turun tipis sebesar 0,06%. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya yield obligasi T-note AS, yang memengaruhi daya tarik dolar di pasar global.
Selain itu, laporan mengecewakan dari survei Empire State Manufaktur AS turut membebani pergerakan dolar, yang semakin memperkuat spekulasi akan adanya pemotongan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve (The Fed).
Presiden Federal Reserve San Francisco, Mary Daly, dalam pernyataannya menegaskan bahwa The Fed kemungkinan besar akan melakukan satu atau dua kali pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) sebelum akhir tahun 2024.
Pernyataan ini memberikan tekanan tambahan terhadap dolar, meskipun ada sedikit pemulihan setelah pasar saham AS mengalami penurunan, meningkatkan permintaan likuiditas terhadap dolar.
Survei Manufaktur AS dan Yield Obligasi T-note Tekan Dolar
Salah satu faktor utama yang menekan dolar adalah laporan Empire State Manufaktur AS yang mencatat penurunan tajam sebesar -23,6 poin, turun ke level terendah lima bulan di -11,9. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memprediksi pertumbuhan positif sebesar 3,6 poin.
Penurunan ini mempertegas bahwa sektor manufaktur AS tengah mengalami pelemahan, yang dapat memperburuk sentimen pasar terhadap dolar dalam jangka pendek.
Di sisi lain, yield obligasi T-note 10-tahun AS juga mengalami penurunan, yang semakin mengurangi daya tarik dolar sebagai aset safe haven. Kondisi ini menciptakan tekanan ganda terhadap mata uang AS, di tengah pasar yang sudah bersiap dengan prospek penurunan suku bunga oleh The Fed.
Euro dan Yen Bergerak Berlawanan
Sementara itu, di pasar mata uang lainnya, EUR/USD mengalami penurunan 0,18%, mencapai level terendah dalam dua bulan terakhir. Penurunan ini sebagian besar didorong oleh ekspektasi bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan kebijakan minggu ini.
Namun, euro berhasil memulihkan sebagian kerugiannya setelah data produksi industri Zona Euro untuk Agustus mencatat kenaikan terbesar dalam satu setengah tahun sebesar +1,8%. Selain itu, survei ZEW Jerman untuk pertumbuhan ekonomi Oktober juga menunjukkan hasil yang lebih baik dari perkiraan, naik 9,5 poin ke level 13,1.
Di sisi lain, USD/JPY turun 0,38% setelah yield obligasi pemerintah Jepang (JGB) 10-tahun melonjak ke level tertinggi dalam dua bulan di 0,978%, meningkatkan diferensial suku bunga dan mendukung penguatan yen. Penurunan yield T-note AS juga memberikan keuntungan tambahan bagi yen, yang kini berada dalam posisi menguntungkan di tengah ketidakpastian pasar global.
Emas dan Perak Naik, Logam Mulia Kembali Bersinar
Di tengah melemahnya dolar, harga emas dan perak kembali meraih momentum positif. Emas untuk kontrak Desember naik sebesar 0,50%, sementara perak mencatat kenaikan lebih tajam sebesar 1,41%. Kenaikan ini didorong oleh kombinasi dari beberapa faktor, termasuk penurunan yield obligasi AS, pelemahan dolar, dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Ketidakpastian global ini mendorong investor untuk mencari aset aman seperti emas dan perak.
Selain itu, ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga ECB sebesar 25 basis poin pada pertemuan Kamis ini turut memperkuat permintaan untuk logam mulia sebagai aset lindung nilai. Dengan harga emas yang mencapai level tertinggi dalam satu minggu terakhir, ada potensi penguatan lebih lanjut jika ketidakpastian ekonomi global terus meningkat.
Meski demikian, pergerakan positif pada harga perak masih dibatasi oleh penurunan harga tembaga, yang mencapai level terendah dalam tiga minggu. Penurunan di sektor logam industri ini sebagian besar terkait dengan data manufaktur AS yang lemah, yang memicu kekhawatiran akan menurunnya permintaan untuk logam industri di masa mendatang.
Dengan kombinasi dari laporan ekonomi AS yang lemah, penurunan yield obligasi, dan ekspektasi pemotongan suku bunga oleh The Fed, dolar AS berada di bawah tekanan. Sementara itu, logam mulia seperti emas dan perak mendapatkan keuntungan sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian pasar.