Harga Emas Merosot Setelah Capai Rekor Tertinggi
Setelah mencapai rekor tertinggi, harga emas turun akibat penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil US Treasury, bagaimana dampaknya ke depan?
M • Aug 29, 2024
Harga emas kembali mengalami penurunan meskipun masih mendekati level tertingginya sepanjang masa. Setelah mencatatkan rekor baru pada 26 Agustus 2024 di USD 2.516,89 per troy ons, harga emas turun menjadi USD 2.502,25 pada penutupan perdagangan Rabu, 28 Agustus 2024 lalu.
Penurunan ini terjadi di tengah penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil US Treasury, yang membuat para investor emas berada dalam kondisi yang penuh ketidakpastian.
Pengaruh Penguatan Dolar dan Imbal Hasil US Treasury
Penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil US Treasury menjadi faktor utama yang menekan harga emas saat ini. Dengan indeks dolar mencapai 100,806 yang tertinggi dalam tiga hari terakhir, emas menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang selain dolar, sehingga minat beli pun menurun.
Selain itu, kenaikan imbal hasil US Treasury, yang mencapai 3,85% untuk tenor 10 tahun, menambah tekanan pada emas, mengingat emas tidak menawarkan imbal hasil.
Faktor-faktor ini menjadi penggerak utama di balik penurunan harga emas meskipun tren jangka panjang masih menunjukkan bahwa emas tetap berada dalam fase bullish. Emas yang biasanya berkembang dalam lingkungan suku bunga rendah, kini harus bersaing dengan US Treasury yang menawarkan imbal hasil yang lebih menarik.
Ekspektasi Pemotongan Suku Bunga dan Dampaknya
Pasar kini memperkirakan adanya kemungkinan besar pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve pada bulan September, dengan peluang sekitar 66% untuk pemotongan sebesar 25 basis poin dan 34% untuk pemotongan sebesar 50 basis poin. K
etua Fed, Jerome Powell, telah menyatakan dukungannya untuk pemotongan suku bunga yang akan datang, dan mengungkapkan keyakinannya bahwa inflasi kini berada dalam jangkauan target 2% bank sentral AS.
Jika pemotongan suku bunga ini terjadi, kondisi tersebut dapat mendorong harga emas kembali naik, mengingat emas cenderung lebih menarik di lingkungan suku bunga rendah. Analis pasar senior OANDA untuk Asia Pasifik, Kelvin Wong, menyatakan bahwa pasar emas saat ini tampaknya menunggu katalis yang bisa memicu terobosan bullish di atas level USD 2.532.
Fokus pasar saat ini beralih pada data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS yang akan dirilis pada Jumat, 30 Agustus 2024 mendatang. Data ini, yang merupakan ukuran inflasi pilihan Fed, akan menjadi indikator penting bagi keputusan kebijakan moneter Fed ke depan.
Jika angka PCE lebih rendah dari yang diharapkan, hal ini dapat meningkatkan ekspektasi terhadap sikap Fed yang lebih dovish, yang pada gilirannya bisa mendorong harga emas naik.
Selain itu, impor bersih emas China melalui Hong Kong meningkat sekitar 17% pada bulan Juli dibandingkan dengan bulan sebelumnya, menunjukkan adanya permintaan yang kuat dari salah satu konsumen emas terbesar di dunia. Hal ini menjadi sinyal positif bagi harga emas di tengah ketidakpastian pasar global.