Harga Emas Terkoreksi dari Rekor Tertinggi, Pasar Global Tarik Nafas Pasca Tariff Trump
Emas sempat menyentuh rekor $3.245 sebelum terkoreksi tipis akibat membaiknya sentimen risiko. Di balik itu, ketidakpastian tarif, dolar lemah, dan permintaan bank sentral tetap mendukung tren naik.

Kiki • Apr 15, 2025

Setelah menembus rekor tertinggi sepanjang masa di level $3.245,42 per ons pada Senin pagi (waktu AS), harga emas spot akhirnya melunak, terkoreksi tipis sebesar 0,7% ke $3.213,69 per ons.
Di saat yang sama, emas berjangka AS juga ditutup turun 0,6% menjadi $3.226,30. Namun jangan salah sangka ini bukan berarti daya tarik emas sebagai safe haven tengah surut. Justru sebaliknya, pasar sedang pause, bukan reverse.
Tarik Nafas Pasca Pengumuman Trump
Koreksi ini datang seiring meredanya ketegangan geopolitik dalam jangka pendek, tepat setelah Presiden Donald Trump mengejutkan pasar dengan keputusan untuk mengecualikan produk smartphone dan komputer dari tarif impor tinggi terhadap Tiongkok.
Kebijakan ini memberi angin segar bagi sektor teknologi dan menambah sentimen "risk-on" di pasar global, termasuk di sektor saham dan obligasi. Namun jangan buru-buru menjual emas.
Peter Grant dari Zaner Metals menyebutkan bahwa meskipun sentimen risiko membaik, ketidakpastian soal tarif tetap membayangi. Trump mengatakan akan mengumumkan tarif baru atas semikonduktor dalam sepekan ke depan.
Jadi, jika investor sempat merasa lega, itu hanya sesaat. Emas tetap dibutuhkan sebagai "pagar" menghadapi potensi badai ekonomi dan politik yang bisa datang sewaktu-waktu.
Emas Masih Jadi Primadona Dolar Lemah, Imbal Hasil Lunak
Yang membuat harga emas tidak longsor meski sentimen risiko menguat adalah kelemahan dolar AS yang kini mendekati titik terendah tiga tahun terakhir. Imbal hasil obligasi AS juga tetap lemah, menciptakan lingkungan ideal bagi aset non-yield seperti emas.
Bart Melek dari TD Securities menyebut, "Lingkungan makro saat ini tetap kondusif untuk emas." Ia juga menambahkan bahwa koreksi ini lebih disebabkan oleh aksi ambil untung jangka pendek, bukan perubahan tren besar.
Harga Emas Bisa Tembus $3.700 di Akhir Tahun
Di sisi lain, Goldman Sachs justru menaikkan proyeksi harga emas akhir tahun menjadi $3.700 per ons proyeksi tertinggi di antara bank-bank besar dunia. Alasannya? Lonjakan permintaan dari bank sentral, ancaman resesi global, dan arus dana besar-besaran ke ETF emas, terutama dari investor Asia.
Menurut data World Gold Council, arus masuk ke ETF emas yang berbasis fisik di Tiongkok pada April ini saja sudah melampaui total kuartal pertama, bahkan menyalip volume dana di ETF emas AS.
Ini mengindikasikan: permintaan fisik dan institusional emas tetap kuat, dan Asia kini jadi penggerak baru pasar global.
Perak, Platinum, dan Palladium Ikut Terdongkrak
Logam mulia lain juga bergerak positif. Perak naik tipis 0,1% ke $32,27 per ons, platinum menguat 1% menjadi $952,1, dan palladium melesat 4,6% ke $957,27. Ini menandakan bahwa daya tarik logam mulia tidak hanya terbatas pada emas, tapi juga menyebar ke sektor lainnya sebagai bagian dari diversifikasi risiko investor.
Apa Artinya Bagi Investor?
Koreksi ini bisa menjadi peluang untuk masuk, bukan sinyal untuk keluar. Ketika harga aset naik terlalu cepat, jeda seperti ini wajar terjadi. Namun dengan dolar AS melemah, suku bunga masih rendah, dan ketegangan geopolitik yang belum selesai, prospek emas tetap kuat.
Bagi investor ritel di Indonesia, situasi ini bisa menjadi panggilan untuk mulai memperhatikan kembali posisi di emas fisik, ETF emas lokal seperti EmasKita atau BRIGHTS, hingga instrumen berbasis dolar seperti SBN Valas yang terpengaruh korelasi harga emas.
Harga emas mungkin mundur selangkah hari ini, tetapi fundamental jangka menengah hingga panjang tetap mengarah ke atas. Keputusan Trump hari ini mungkin hanya jeda, bukan titik balik. Dan di dunia yang makin tidak pasti, emas tetap bersinar.