Hyperinflation
Cari tahu apa itu Hyperinflation, faktor penyebab, dampak negatif, dan contohnya hanya di Kamus Investasi Nanovest.

Ajeng • May 20, 2025

Apa Itu Hyperinflation?
Hyperinflation atau hiperinflasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dan mengukur lonjakan harga secara cepat, berlebihan, dan tidak terkendali yang menyebabkan inflasi ekstrem. Secara umum, inflasi mengacu pada laju kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
Namun, ketika inflasi berada di luar kendali dan meningkat drastis lebih dari 50% dalam sebulan, kondisi ini disebut hiperinflasi.
Meskipun jarang terjadi di negara-negara maju, hiperinflasi pernah tercatat dalam sejarah di sejumlah negara seperti Tiongkok, Jerman, Rusia, Hungaria, dan Georgia, dengan dampak ekonomi yang sangat merusak.
Inflasi diukur oleh Badan Pusat Statistik melalui Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) yang digunakan untuk menilai daya beli.
Hiperinflasi adalah bentuk inflasi ekstrem. Inflasi di atas 5% per bulan sudah tergolong tinggi, dan bila mencapai atau melebihi 50% per bulan, maka kondisi itu disebut sebagai hiperinflasi.
Dalam situasi hiperinflasi, harga bisa melonjak setiap hari atau bahkan setiap minggu, yang tentunya sangat memengaruhi biaya kebutuhan pokok masyarakat.
Penyebab Hiperinflasi
Pasokan Uang yang Berlebihan
Bank sentral umumnya bertugas mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Dalam kondisi tertentu seperti resesi atau depresi, bank sentral dapat meningkatkan suplai uang sebagai stimulus. Tujuannya adalah mendorong bank untuk menyalurkan kredit, serta mendorong masyarakat dan pelaku usaha untuk meminjam dan membelanjakan uang mereka.
Namun, jika peningkatan suplai uang ini tidak diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi—yang biasanya diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB), maka bisa memicu hiperinflasi. Ketika PDB stagnan, perusahaan terpaksa menaikkan harga demi mempertahankan keuntungan dan kelangsungan bisnis mereka.
Di saat konsumen memiliki lebih banyak uang, mereka cenderung membayar harga yang lebih tinggi, yang pada akhirnya mempercepat laju inflasi. Perusahaan menaikkan harga, konsumen tetap membeli, dan jika produksi tidak tumbuh, bank sentral cenderung mencetak lebih banyak uang. Siklus ini akan terus berulang hingga inflasi melonjak tak terkendali dan berujung pada hiperinflasi.
Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi tarikan permintaan terjadi ketika permintaan agregat dalam perekonomian melampaui kemampuan penawaran agregat untuk memenuhinya. Dalam kondisi ini, lonjakan permintaan dari konsumen dan pelaku usaha tidak sebanding dengan ketersediaan barang dan jasa di pasar.
Akibatnya, harga-harga naik secara cepat karena pasokan tidak mampu mengimbangi lonjakan permintaan yang terus meningkat. Ketidakseimbangan inilah yang mendorong terjadinya inflasi dalam skala besar.
Dampak Negatif dari Hiperinflasi
Hiperinflasi dapat memicu berbagai konsekuensi serius dalam perekonomian. Salah satunya adalah kecenderungan masyarakat untuk menimbun barang-barang pokok seperti makanan, yang pada akhirnya bisa menimbulkan kelangkaan pasokan pangan.
Nilai uang akan terus merosot ketika harga-harga naik secara ekstrem karena daya beli masyarakat ikut turun. Artinya, orang harus membayar lebih banyak hanya untuk mendapatkan barang yang lebih sedikit. Kondisi ini menyebabkan mereka kesulitan membayar tagihan dan memenuhi kebutuhan dasar.
Di sisi lain, masyarakat mungkin enggan menyimpan uangnya di lembaga keuangan karena kehilangan kepercayaan terhadap nilai mata uang. Hal ini bisa membuat bank dan institusi peminjam gulung tikar. Pendapatan pajak pun menurun karena konsumen dan pelaku usaha tak sanggup membayar, sehingga pemerintah kesulitan menyelenggarakan layanan publik yang esensial.
Contoh Nyata dari Hiperinflasi
Yugoslavia
Salah satu kasus hiperinflasi paling parah dan berkepanjangan terjadi di bekas negara Yugoslavia pada 1990-an. Negara ini sebelumnya sudah dilanda inflasi tahunan yang melampaui 76% dan berada di ambang kehancuran politik.
Pada tahun 1991, terungkap bahwa Slobodan Milosevic, pemimpin provinsi Serbia saat itu, telah menyalahgunakan otoritasnya dengan memerintahkan bank sentral Serbia untuk memberikan pinjaman sebesar $1,4 miliar kepada orang-orang dekatnya. Tindakan ini menguras kas negara dan memaksa bank sentral mencetak uang dalam jumlah besar demi menutupi kewajiban pemerintah.
Akibatnya, hiperinflasi tak terhindarkan. Nilai kekayaan masyarakat musnah dan transaksi ekonomi bergeser ke sistem barter. Inflasi meningkat dua kali lipat setiap hari hingga mencapai 313 juta persen per bulan.
Pemerintah mencoba mengendalikan situasi dengan mengatur produksi dan upah, namun hal ini justru memicu kelangkaan pangan dan membuat pendapatan masyarakat anjlok lebih dari 50%. Produksi ekonomi pun nyaris berhenti total. Krisis akhirnya mulai mereda setelah pemerintah mengganti mata uang domestik dengan marka Jerman, yang membawa kestabilan kembali ke perekonomian.
Hungaria
Hungaria mengalami hiperinflasi parah setelah Perang Dunia II berakhir. Pada puncaknya, harga-harga di negara tersebut melonjak hingga 207% setiap hari — membuat nilai uang merosot drastis dalam waktu sangat singkat.
Zimbabwe
Zimbabwe mengalami hiperinflasi ekstrem mulai Maret 2007 dengan tingkat inflasi harian mencapai 98%, yang berlangsung hingga awal 2009. Krisis ini berakar dari tahun 1999, ketika negara tersebut dilanda kekeringan berkepanjangan dan penurunan tajam pada produk domestik bruto (PDB).
Pemerintah terpaksa meminjam lebih banyak dari kapasitas produksi nasional, sambil meningkatkan belanja negara—termasuk membayar bonus bagi veteran perang kemerdekaan, terlibat dalam konflik di Kongo, serta mengambil pinjaman dari IMF untuk mendongkrak pembangunan dan kesejahteraan.
Ketika pembiayaan tak lagi terkendali, pemerintah mulai mencetak uang untuk menutup pengeluaran. Hal ini memicu lonjakan inflasi yang tak terkendali. Akibatnya, jutaan warga meninggalkan negara itu demi mencari stabilitas ekonomi di luar negeri. Pada 2010, ekonomi Zimbabwe pun berada di ambang kehancuran.
Investasi dengan Aman di Nanovest!
Nanovest bisa menjadi platform investasi pilihan dengan jaminan keamanan terbaik, dan sudah mendapatkan izin dari Bappebti. Mulai dari Rp5.000 saja sudah bisa berinvestasi dengan menyediakan lebih dari 600+ saham AS dan global yang populer, aset kripto, dan emas. #AmanSamaNano
Bosan berinvestasi sendirian? Bergabunglah dengan ratusan investor lainnya di Nano Social! Dapatkan dukungan, inspirasi, dan wawasan dari komunitas investor yang solid.
Unduh aplikasinya sekarang dan mulai perjalanan investasi kamu bersama Nanovest!