Intel Rugi Besar di Q3, Saham INTC dalam Tekanan: Ini Penjelasannya

Saham INTC tertekan setelah Intel laporkan kerugian $16,6 miliar pada Q3 2023. Apa dampak restrukturisasi dan persaingan di pasar AI bagi masa depan perusahaan? Baca analisis lengkapnya.

article author image

RendyNov 4, 2024

article cover image

Intel Corporation (INTC), salah satu raksasa semikonduktor asal Amerika Serikat, baru saja mencatatkan kerugian kuartal ketiga 2024 sebesar $16,6 miliar—angka yang menandai kerugian terbesar dalam sejarah perusahaan ini yang telah berusia 56 tahun.

Pukulan ini muncul setelah serangkaian langkah strategis yang tidak cukup mampu menahan laju persaingan dalam teknologi canggih, khususnya di pasar chip untuk kecerdasan buatan (AI) yang semakin kompetitif.

Biaya Restrukturisasi dan Pemangkasan 15.000 Tenaga Kerja

Kerugian tersebut mencakup biaya restrukturisasi sebesar $2,8 miliar dan penurunan nilai aset sebesar $15,9 miliar. Restrukturisasi besar-besaran ini, yang diumumkan oleh CEO Pat Gelsinger pada Agustus, melibatkan pemutusan hubungan kerja terhadap lebih dari 15.000 karyawan.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap profit margin yang semakin tergerus, di tengah upaya Intel mengejar ketertinggalan dalam teknologi manufaktur chip serta penetrasi pasar yang terbatas dalam sektor chip AI yang sedang booming.

Kebijakan pemangkasan ini bukan hanya bentuk efisiensi operasional, namun juga langkah antisipatif menghadapi tekanan dari pesaing besar seperti Nvidia dan Advanced Micro Devices (AMD), yang berhasil meraih pangsa pasar lebih besar berkat inovasi chip khusus untuk aplikasi AI.

Tekanan Pasar dan Ancaman Potensi Akuisisi

Sejak Gelsinger menduduki posisi CEO pada Februari 2021, harga saham Intel merosot tajam hingga 60 persen. Nilai pasar Intel yang kini berada di bawah $100 miliar bahkan memunculkan spekulasi mengenai potensi akuisisi atau pemecahan perusahaan.

Analis menyoroti bahwa tekanan besar ini memicu desas-desus bahwa Intel mungkin tidak lagi cukup tangguh untuk beroperasi sebagai entitas independen, seiring dengan upaya bertahan di industri yang semakin keras.

Pat Gelsinger sendiri menyatakan komitmennya untuk “bertarung habis-habisan” demi memulihkan posisi Intel. “Kami bertindak dengan urgensi untuk mewujudkan prioritas kami,” ujarnya dalam konferensi bersama para analis. Namun, jalan yang harus ditempuh Intel tampak berliku, terutama dengan tantangan internal dan eksternal yang semakin kompleks.

Bisnis Data Center dan AI yang Tertinggal

Intel, yang memiliki basis kuat dalam pasar chip untuk komputer personal (PC), melihat penurunan 7 persen di segmen tersebut pada kuartal ketiga. Di sisi lain, pasar data center—yang mengandalkan chip untuk server komputer besar—berhasil mencatat kenaikan pendapatan sebesar 9 persen.

Namun, segmen ini tetap menghadapi tantangan dari Nvidia dan AMD, yang agresif mengembangkan chip khusus untuk aplikasi AI, meninggalkan Intel jauh di belakang dalam sektor ini.

Pasar AI saat ini sangat dominan dan prospektif, diprediksi akan menjadi pasar dengan nilai triliunan dolar pada dekade mendatang. Keberhasilan Nvidia dan AMD menunjukkan bahwa permintaan akan chip AI tidak akan melambat dalam waktu dekat. Ketertinggalan Intel di bidang ini memaksa perusahaan untuk mengevaluasi ulang strategi agar tetap relevan di masa depan.

Ambisi Foundry Intel dan Potensi Pemisahan Bisnis

Intel telah mengalihkan fokusnya pada bisnis foundry, yaitu produksi chip untuk perusahaan lain, sebagai bagian dari strategi diversifikasi. Langkah ini didukung oleh beberapa kontrak besar, termasuk dari Amazon dan dua perusahaan teknologi besar yang menggunakan proses produksi Intel yang paling maju. Namun, bisnis foundry ini masih dalam tahap awal, mencatatkan penurunan pendapatan 8 persen dan kerugian operasional $5,8 miliar di kuartal ini.

Beberapa mantan direktur Intel baru-baru ini mengusulkan pemisahan bisnis menjadi dua entitas, satu fokus pada manufaktur chip, dan satu lagi pada desain chip. Mereka berargumen bahwa ini akan membuat bisnis foundry Intel lebih kompetitif, dengan memisahkan ketergantungan pada Intel sendiri sebagai klien.

Akan tetapi, CEO Pat Gelsinger bersikeras bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk langkah drastis seperti itu. Saat ini, foundry Intel memang membutuhkan klien internal untuk memastikan kapasitas produksi tetap optimal.

Namun, tantangan finansial yang dihadapi foundry ini masih signifikan. Menurut Stacy Rasgon, analis dari Sanford C. Bernstein, bisnis foundry Intel masih perlu sokongan modal besar untuk bertahan sendiri, yang mungkin sulit diperoleh dalam situasi keuangan saat ini.

Tantangan Ke Depan dan Upaya Revitalisasi Intel

Selain masalah foundry, Intel juga mencatatkan penurunan aset terkait proses produksi Intel 7, yang menggambarkan penurunan permintaan untuk teknologi tersebut. Intel kini berfokus pada teknologi manufaktur yang lebih maju dan pemasaran produk-produknya agar bisa bersaing di tingkat global. Restrukturisasi perusahaan dan inovasi produk menjadi prioritas yang diharapkan mampu mengembalikan daya saing Intel.

Secara keseluruhan, perjalanan Intel untuk keluar dari krisis ini akan sangat bergantung pada kemampuan perusahaan untuk mengimbangi persaingan yang agresif dalam industri semikonduktor, khususnya di sektor chip AI yang terus berkembang pesat.

Jika Intel mampu melaksanakan rencana restrukturisasi dan foundry dengan tepat, maka peluang untuk memulihkan kejayaannya tetap ada. Di sisi lain, kegagalan untuk beradaptasi dengan tuntutan pasar akan memperbesar risiko bagi Intel di masa mendatang.

Intel, yang pernah menjadi pemimpin dalam industri chip, kini berada di persimpangan kritis untuk menentukan masa depannya—apakah dapat bangkit kembali atau tertinggal dalam persaingan yang kian ketat.

Nanovest News v3.22.0